Halaman 1: Pagi yang Beda di Jatisari
Hari itu, matahari di Desa Jatisari bersinar cerah sekali. Burung-burung berkicau ramai, seolah tahu ada sesuatu yang istimewa bakal terjadi. Di dalam sebuah rumah sederhana yang penuh cinta, seorang anak perempuan berambut kuncir dua sedang duduk di depan cermin. Namanya Sasa. Umurnya 7 tahun. Kelas 1 MI.
Sasa bukan anak biasa. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, dia suka ngomong sendiri sambil ngaca, seolah-olah lagi shooting video.
“Assalamu’alaikum, teman-teman! Hari ini kita mau lihat kegiatan pagi Sasa di desa, yaa!” katanya sambil tersenyum lebar.
Padahal, yang nonton cuma bayangannya sendiri di cermin. Tapi bagi Sasa, itu udah cukup bikin semangat. Soalnya, dalam hati kecilnya, Sasa punya mimpi: jadi YouTuber terkenal yang bisa bikin orang-orang senyum karena videonya.
“Mak, nanti kalau aku punya kamera beneran, Sasa mau bikin video masak bareng Mak, ya?” kata Sasa sambil ambil roti dari meja.
Mak cuma tertawa. “Boleh, asal kamu rajin belajar dulu. Jangan cuma jago ngomong depan HP, tapi juga pinter mikir dan paham dunia.”
Sasa mengangguk. Dalam hati, dia janji: suatu hari nanti, semua orang bakal nonton video-videonya, dan dia bisa punya penghasilan banyak. Biar bisa bantu Mak dan Bapak.
Hari itu masih terlihat biasa. Tapi tanpa Sasa tahu, sebuah kejutan besar sedang mendekat…
Halaman 2
Setelah sarapan, Sasa mengambil buku tulis yang sampulnya penuh gambar stiker. Tapi bukan untuk ngerjain PR. Buku itu isinya catatan penting: ide-ide video yang ingin dia buat. Ada gambar kamera, sketsa wajah Mak lagi masak, sampai rencana “Video Eksperimen Cuci Sepeda Pakai Sabun Cuci Piring.”
Sasa menatap halaman terakhir yang ditulisnya malam sebelumnya:
“Judul: Seharian Jadi Anak Petani – Seru, Capek, Tapi Bangga!”
“Ini harus aku shoot nanti sore,” gumamnya. “Tapi kameranya pakai apa ya... HP Bapak lowbat terus.”
Tiba-tiba suara motor terdengar dari luar rumah. Brum! Brum!
Bapak pulang dari sawah lebih awal.
“Mak, Sasa, sini dulu!” panggil Bapak dari teras. “Ada berita penting!”
Sasa berlari sambil nyeker. Tanpa sandal, tapi penuh semangat.
“Berita penting itu... biasanya seru!” pikirnya.
Bapak duduk di kursi bambu sambil mengelap keringat. “Bapak barusan dikabarin sama Pak RT. Minggu depan, ada lomba video anak-anak desa. Hadiahnya... jalan-jalan ke luar negeri!”
“Maksudnya... ke luar negeri beneran?” mata Sasa membesar.
“Iya. Dan negara tujuannya: Malaysia.”
Sasa terdiam. Mulutnya terbuka.
Upin... Ipin... aku akan datang.
Halaman 3
Hari itu, dunia Sasa berubah. Biasanya setelah dengar kabar dari Bapak, dia bakal kembali main atau bantu Mak di dapur. Tapi kali ini beda. Sasa langsung masuk ke kamarnya, menutup pintu pelan-pelan, lalu berdiri di depan cermin kecil yang menempel di dinding. Ia menatap dirinya sendiri.
"Malaysia..." bisiknya pelan. "Negara Upin Ipin. Negara tempat para YouTuber cilik juga bisa terkenal..."
Tangannya mengepal, matanya berbinar. Imajinasi Sasa mulai liar. Ia membayangkan dirinya naik pesawat besar, duduk dekat jendela, melihat awan dari atas langit. Ia membayangkan disambut orang-orang yang kagum karena videonya keren, lucu, dan punya pesan.
Tapi tak lama kemudian, muncul keraguan kecil di hatinya.
"Tapi... gimana caranya bikin video bagus? HP Bapak layarnya retak. Tripod pun nggak punya. Edit video juga belum bisa..."
Sasa terduduk di lantai. Kepalanya bersandar ke dinding. Tapi kemudian, ia ingat sesuatu. Suara Mak semalam, waktu mereka makan malam bareng.
“Kalau kamu punya mimpi, nak, jangan lihat apa yang kamu nggak punya. Lihat apa yang kamu punya, lalu maksimalkan. Allah suka sama anak yang sungguh-sungguh.”
Perlahan, senyum kembali ke wajah Sasa. Ia berdiri, mengambil buku ide videonya, dan mulai menulis:
"Aku akan mulai dari yang aku punya. HP retak juga bisa. Cahaya dari jendela cukup. Tripod? Pakai kursi dan batu bata juga bisa!"
Sasa membuka jendela lebar-lebar. Cahaya pagi masuk menerangi meja kecil tempat ia biasa belajar. Di situ, ia letakkan HP Bapak yang diam-diam ia pinjam. Disandarkan ke gelas plastik, disangga dengan buku tulis.
Lalu, ia berdiri tegak di depan kamera.
“Assalamu’alaikum! Nama aku Sasa, umur tujuh tahun, tinggal di Desa Jatisari. Hari ini aku mau nunjukin ke kalian semua... gimana caranya tetap semangat walaupun serba seadanya!”
Klik.
Rekaman dimulai. Mimpi pun ikut mengudara.
Halaman 4
Video pertama Sasa ternyata penuh kejutan. Walau HP-nya retak dan kadang fokusnya kabur, semangatnya begitu terasa. Ia menunjukkan cara menyapu halaman sambil nyanyi lagu ciptaannya sendiri, lalu bantu Mak di dapur meski sempat salah masukin garam ke dalam teh. Tapi justru itu yang bikin lucu.
Setelah selesai, Sasa duduk di lantai, menatap layar HP dan mulai belajar cara memotong video lewat aplikasi sederhana. Ia tak paham semua fiturnya, tapi coba-coba terus sambil senyum-senyum sendiri.
“Kalau ada bagian jelek, ya dihapus. Kalau lucu, disimpan!” katanya.
Malam harinya, ia memanggil Bapak.
“Pak, ini videonya udah jadi. Gimana kalau kita kirim ke lomba itu?”
Bapak menatap layar kecil itu lama sekali. Di situ, terlihat Sasa yang apa adanya—ceria, jujur, dan penuh semangat. Ia tersenyum.
“Bagus, Sasa. Ini bukan soal seberapa jernih videonya, tapi seberapa nyata kamu nunjukkin diri kamu yang sebenarnya. Dan kamu berhasil.”
Besoknya, Bapak membawa video itu ke rumah Pak RT yang kebetulan punya akses internet lebih baik. Dengan bantuan tetangga, mereka mengunggah video Sasa ke akun lomba. Judulnya:
"Anak Desa, Mimpi Besar"
Hari-hari berikutnya, Sasa menunggu dengan rasa campur aduk. Antara penasaran, cemas, tapi juga percaya. Setiap sore, dia bikin video baru. Kadang tentang beternak ayam, kadang tentang main bola pakai sandal jepit, kadang juga tentang cara menanam cabai di pot bekas minyak goreng.
Dia tak tahu video-videonya ditonton siapa saja. Tapi diam-diam, salah satu dari videonya mulai menyebar. Dan seseorang di Malaysia—seorang pembuat acara anak-anak—menontonnya sambil tersenyum lebar.
“Anak ini... luar biasa. Kita harus undang dia ke sini.”
Tiba-tiba, dunia Sasa berubah lebih cepat dari yang dia bayangkan.
Halaman 5
Sasa sedang menggambar di depan rumah saat suara langkah Bapak yang tergesa-gesa membuatnya menoleh. “Sasa! Cepat masuk ke rumah! Ada telepon penting buat kamu!” panggil Bapak sambil tersenyum lebar.
Dengan jantung berdebar, Sasa masuk dan melihat Mak sudah siap memegang HP. Di layar, muncul wajah seorang wanita ramah dari Malaysia.
“Halo, Sasa! Saya dari acara Anak Hebat Nusantara di Kuala Lumpur. Kami nonton video kamu, dan... Subhanallah, kami semua kagum!”
Sasa diam tak percaya. “Beneran, Kak?”
“Beneran! Kami ingin undang Sasa ke Malaysia, jadi tamu spesial kami. Dan... kamu juga bakal ketemu langsung sama Upin dan Ipin!”
Sasa teriak kecil sambil lompat-lompat kegirangan. Tapi Mak langsung menyentuh pundaknya lembut.
“Jangan lupa bersyukur, Nak... ini semua karena usaha dan doa.”
Sasa langsung peluk Mak erat-erat. “Iya, Mak. Maaf ya kalau selama ini Sasa suka berantem sama Adek... suka bikin ribut, bikin Mak capek…”
Mak tersenyum haru. “Mak gak minta apa-apa, Sasa. Cuma pengen anak-anak Mak jadi anak yang saling sayang, bantuin orang tua, dan nggak lupa sholat.”
Malamnya, Sasa duduk di lantai kamar. Ia menulis lagi di buku ide videonya:
“Besok bikin video: 'Cara Bantu Orang Tua di Rumah – Ala Sasa'. Nunjukin cuci piring, nyapu, sama ngurus adik juga. Biar semua anak-anak ikut bantu orang tuanya.”
Lalu Sasa menulis kalimat besar dengan spidol merah:
“Sebelum jadi YouTuber sukses, harus jadi anak yang berbakti dulu.”
Ia tersenyum sendiri. Bintang di langit malam terasa lebih dekat sekarang. Dan Sasa tahu, sebelum pesawatnya terbang ke Malaysia, hati dan sikapnya harus lebih dulu terbang—menjadi lebih baik, lebih sopan, lebih sayang keluarga.
Perjalanan ini belum selesai. Tapi langkah Sasa sudah benar.
Halaman 6
Pagi itu, Sasa kembali merasa semangat. Setelah mendapatkan kabar bahwa dia terpilih untuk pergi ke Malaysia, ia tahu ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Tapi sebelum semua itu, ada satu hal yang lebih penting: membantu Mama dan Ayah di rumah.
Sasa berjalan ke dapur, di mana Mama sedang memasak sambil menyapu lantai. “Mama, Sasa bantu ya!” kata Sasa sambil mengambil sapu dari sudut ruangan.
Mama tersenyum. “Aduh, Makasih, Nak. Mama senang kamu mau bantu. Kamu jadi anak yang pintar, bukan cuma di sekolah, tapi juga dalam urus rumah.”
Ayah yang sedang duduk di ruang tamu, melihat ke arah Sasa. “Bagus, Sasa. Jadi anak yang rajin, yang selalu siap bantu Mama dan Ayah. Kalau kamu ingin jadi orang sukses, jangan lupakan kewajibanmu sebagai anak dulu. Kalau bisa bantu orang tua, bantu.”
Sasa mengangguk serius. “Iya, Ayah. Sasa janji, Sasa bakal bantu Mama dan Ayah lebih sering. Gak mau bikin capek karena berantem terus sama adik.”
Mama tertawa pelan. “Itu baru anak yang baik. Kita kan bukan cuma mau lihat kamu sukses di luar, tapi juga sukses dalam rumah, ya, Nak.”
Setelah selesai membantu Mama, Sasa kembali ke kamarnya. Ia membuka laptop dan mulai mencari informasi tentang YouTube. Ia ingin belajar lebih banyak tentang cara mengedit video, menambah efek, dan membuat video yang menarik bagi orang banyak. Tapi dalam hatinya, ia tidak lupa pesan Ayah dan Mama: sebelum sukses di luar, harus sukses dulu dalam rumah, menjadi anak yang baik dan membantu orang tua.
Sasa pun memutuskan untuk membuat video berikutnya tentang “Cara Menjadi Anak Berbakti”. Ia ingin semua anak yang menonton videonya bisa ikut belajar untuk membantu orang tua mereka, seperti yang dia lakukan.
“Bukan cuma jadi YouTuber terkenal, tapi jadi anak yang berbakti,” kata Sasa dalam hati.
Dengan penuh semangat, Sasa kembali menatap layar dan mulai menulis skenario untuk video barunya.
Halaman 7
Hari demi hari, Sasa semakin giat membuat video. Ia belajar banyak hal baru dari internet, mulai dari cara memotong video hingga menambah efek lucu yang membuat videonya semakin menarik. Tapi yang lebih penting, Sasa tidak pernah melupakan pesan Ayah dan Mama. Ia selalu menyempatkan diri untuk membantu di rumah, mengurus adik, atau sekadar menyapu halaman.
Pada suatu hari, saat Sasa sedang menyiapkan video baru tentang cara membuat kerajinan tangan dari barang bekas, Mama datang dan menyapa.
“Gimana, Nak? Ada ide video baru lagi?” tanya Mama dengan senyum hangat.
Sasa menoleh dan menjawab dengan antusias, “Iya, Mama! Kali ini, Sasa bikin tutorial cara buat tempat pensil dari kaleng bekas. Semoga banyak yang suka, deh!”
Ayah yang mendengar obrolan mereka dari ruang tamu datang menghampiri. “Wah, hebat banget, Sasa! Semakin kreatif aja. Tapi, jangan lupa, ya, bantu Mama di dapur juga. Ayah senang melihat kamu bisa bantu banyak hal di rumah.”
Sasa mengangguk. “Iya, Ayah. Sasa janji bakal lebih sering bantu. Kalau gak bisa bantu di rumah, gimana bisa jadi anak yang sukses di luar?”
Mama memeluk Sasa. “Bagus, Nak. Mama dan Ayah bangga punya anak seperti kamu.”
Sasa tersenyum lebar. Ia tahu, perjalanan menjadi seorang YouTuber sukses bukan hanya tentang membuat konten yang menarik, tetapi juga tentang menjadi anak yang baik dan berbakti pada orang tua. Video-video yang ia buat adalah wujud dari impiannya, tetapi ia juga ingin menjadi anak yang bisa membuat Mama dan Ayah bangga.
Dengan semangat baru, Sasa kembali ke kamarnya dan mulai menyiapkan video berikutnya. Kali ini, ia ingin membuat video tentang “Cara Menjadi Anak Berbakti yang Bisa Membantu Orang Tua”. Ia berharap videonya bisa menginspirasi banyak anak untuk melakukan hal yang sama.
Sasa tersenyum, berpikir tentang pesawat yang akan membawanya ke Malaysia. Tapi lebih dari itu, ia merasa bangga bisa membawa mimpi dan pesan orang tuanya bersama-sama.
Halaman 8
Hari itu, Sasa merasa sangat senang. Setelah beberapa video yang ia buat mulai banyak yang menonton, ia semakin bersemangat untuk membuat video baru. Tapi, ia sadar ada satu hal yang lebih penting yang harus ia lakukan—membantu Mama dan Ayah di rumah.
“Mak, Sasa bantu potongin sayur ya!” teriak Sasa saat melihat Mama sedang menyiapkan masakan di dapur.
Mama menoleh dan tersenyum. “Ih, terima kasih, Nak. Mama senang kamu bisa bantu. Terkadang Mama capek juga kalau semua dikerjain sendiri.”
Sasa merasa senang bisa membantu. “Sasa suka bantu Mama. Gak mau bikin Mama capek terus.”
Saat Ayah melihat Sasa membantu Mama, dia pun tersenyum. “Bagus, Sasa. Kalau kamu ingin jadi orang sukses, ingat untuk selalu bantu orang tua. Jangan cuma berpikir tentang sukses di luar, tapi juga di rumah.”
Sasa mengangguk. “Iya, Ayah. Sasa janji bakal lebih sering bantu Mama dan Ayah. Sasa gak mau cuma fokus sama video, tapi juga sama keluarga.”
Mama dan Ayah sangat senang mendengar janji Sasa. Malam itu, Sasa memikirkan lagi pesan orang tuanya. Sebelum ia bisa sukses dengan video yang ia buat, ia harus menjadi anak yang baik terlebih dahulu. Dan membantu orang tua adalah salah satu cara terbaik untuk menunjukkan rasa sayang.
Sasa pun kembali ke kamarnya, membawa buku tulisnya. Ia menulis sebuah catatan kecil di halaman buku itu:
“Anak yang berbakti adalah anak yang bisa membuat orang tuanya bangga.”
Ia tahu, meski membuat video dan berbagi di internet adalah hal yang menyenankan, menjadi anak yang berbakti itu lebih penting. Sasa tersenyum dan merasa lebih yakin dengan jalan yang ia pilih.
Dengan hati yang tenang, Sasa siap untuk membuat video berikutnya—tentang cara menjadi anak yang baik dan selalu membantu orang tua.
Halaman 9
Sasa semakin semangat membuat video. Setiap hari, dia mencari ide baru dan berusaha membuat video yang bisa membuat orang lain senang. Tapi, meski sibuk dengan video-video yang ia buat, ia tidak pernah melupakan tugasnya sebagai anak.
Suatu pagi, setelah membantu Mama dan Ayah mengurus rumah, Sasa duduk di depan meja belajar. Ia melihat ke luar jendela, memandangi matahari yang terbit perlahan. Dalam hati, ia berdoa, berharap bisa membuat Mama dan Ayah bangga.
“Sasa, kamu harus selalu berusaha jadi yang terbaik,” kata Mama saat masuk ke kamar Sasa. “Jangan hanya fokus pada video, ya, Nak. Ingat, jadi anak yang baik itu lebih penting.”
Sasa mengangguk. “Iya, Mama. Sasa juga pengen jadi anak yang bisa bantu Mama dan Ayah.”
Ayah yang sedang duduk di ruang tamu ikut mendengar. “Iya, Nak. Kamu memang bisa sukses di luar sana, tapi kamu juga harus sukses dalam keluarga. Jangan pernah lupakan itu.”
Sasa merasa semakin termotivasi. Ia ingin sukses dengan video yang ia buat, tetapi lebih dari itu, ia ingin menjadi anak yang selalu membantu Mama dan Ayah, yang bisa membuat mereka merasa bangga.
Hari itu, setelah selesai menyiapkan makan siang, Sasa kembali ke kamarnya dan menulis sebuah kalimat di buku catatannya:
“Jadi anak yang berbakti adalah langkah pertama untuk jadi orang yang sukses.”
Dengan hati yang penuh semangat, Sasa kembali mengedit video baru yang ia buat. Kali ini, ia ingin berbagi tentang cara menjadi anak yang berbakti dan bisa membantu orang tua. Ia tahu, setiap orang bisa sukses, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita menjadi anak yang baik, yang bisa membuat orang tua bangga.
Dengan penuh keyakinan, Sasa melanjutkan langkahnya menuju impian. Dan ia tahu, langkah-langkah kecil yang ia ambil setiap hari, seperti membantu Mama dan Ayah, adalah bagian dari perjalanan besar menuju sukses.
Halaman 10
Hari demi hari, Sasa terus belajar dan membuat video. Ia merasa senang bisa berbagi hal-hal baru yang ia buat dengan banyak orang. Tetapi, ia juga tahu bahwa setiap langkah yang ia ambil untuk mencapai impian itu tidak akan lengkap tanpa bantuan dari Ayah dan Mama.
Suatu sore, setelah selesai membuat video, Sasa melihat Ayah sedang duduk di beranda sambil membaca koran. Ia pun mendekat dan duduk di sebelah Ayah.
“Ayah, Sasa udah selesai bikin video tentang cara jadi anak yang berbakti,” kata Sasa dengan penuh semangat.
Ayah tersenyum dan memegang pundak Sasa. “Bagus, Nak. Ayah bangga. Ingat, ya, sukses itu bukan hanya soal apa yang kita capai, tapi juga bagaimana kita menjalani setiap hari dengan baik. Menjadi anak yang berbakti adalah salah satu kunci utamanya.”
Sasa mengangguk. “Sasa tahu, Ayah. Sasa akan terus bantu Mama dan Ayah, karena Sasa ingin jadi anak yang berbakti.”
Mama yang sedang berada di dapur, mendengar percakapan mereka dan ikut tersenyum. “Mamam bangga punya anak seperti kamu, Sasa. Kamu sudah belajar banyak, dan yang paling penting, kamu juga ingat untuk membantu di rumah.”
Sasa merasa bahagia mendengar itu. Ia tahu, setiap kali ia membantu Mama dan Ayah, itu adalah langkah kecil menuju impian besarnya. Ia tidak hanya ingin jadi terkenal karena video yang ia buat, tetapi ia juga ingin jadi anak yang selalu bisa diandalkan oleh keluarga.
Dengan senyuman di wajah, Sasa kembali ke kamarnya dan membuka laptopnya lagi. Hari ini, ia akan menulis lebih banyak ide untuk video yang ingin ia buat. Ia tahu, perjalanan menuju sukses masih panjang, tapi ia yakin dengan langkah kecil yang ia ambil setiap hari, ia akan mencapai impiannya.
Halaman 11
Minggu pagi itu, Sasa merasa sangat senang. Beberapa hari sebelumnya, video terbarunya tentang cara membuat kue dari bahan yang mudah ditemukan di rumah sudah mulai banyak yang menonton. Ia merasa bangga, tetapi lebih dari itu, ia juga merasa senang bisa berbagi hal baru dengan teman-teman di dunia maya.
Setelah selesai membantu Mama menata dapur, Sasa kembali duduk di meja belajar. Matanya penuh semangat, siap untuk membuat video baru.
Tiba-tiba, Mama masuk ke kamar dan duduk di sampingnya. “Sasa, kamu sudah capek? Mama lihat kamu belakangan ini sering menghabiskan waktu di depan laptop,” kata Mama dengan lembut.
Sasa tersenyum dan menggeleng. “Enggak, Mama. Sasa justru senang. Sasa pengen banget bisa bikin lebih banyak video supaya bisa bantu Mama dan Ayah.”
Mama memeluk Sasa. “Mama bangga punya anak seperti kamu. Tapi ingat, jangan lupa untuk tetap membantu di rumah, ya. Mama dan Ayah itu merasa bahagia karena kamu bisa membantu, jadi anak yang baik.”
Sasa mengangguk. “Iya, Mama. Sasa janji bakal lebih sering bantu Mama dan Ayah. Sasa tahu kalau kita saling bantu, semuanya jadi lebih mudah.”
Ayah yang mendengar percakapan mereka dari ruang tamu ikut menambahkannya. “Betul, Nak. Bantu Mama dan Ayah itu bukan hanya soal pekerjaan rumah, tapi juga soal kebersamaan. Itu yang membuat kita jadi keluarga yang kuat.”
Sasa merasa sangat bersyukur. Ia tahu bahwa meski video yang ia buat sudah mulai banyak yang menonton, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua adalah hal yang lebih penting. Dengan langkah kecil seperti membantu di rumah, ia bisa menunjukkan rasa terima kasih dan kasih sayangnya pada Ayah dan Mama.
Setelah itu, Sasa kembali fokus pada video berikutnya yang akan ia buat. Kali ini, ia ingin berbagi tentang bagaimana pentingnya membantu orang tua dan menjadi anak yang baik.
Dengan penuh semangat dan tekad, Sasa melanjutkan perjalanan menuju impian besar, yakin bahwa setiap langkah yang ia ambil dengan penuh kasih sayang akan membawanya semakin dekat pada tujuannya.
Halaman 12
Hari Sabtu itu, Sasa merasa begitu bersemangat. Ia baru saja menerima komentar dari salah satu penonton videonya yang mengatakan bahwa videonya sangat bermanfaat dan menginspirasi. Sasa merasa senang karena videonya bisa membantu orang lain, tetapi ia tahu itu bukan hanya karena keterampilan membuat video, melainkan juga karena niatnya yang ingin berbagi kebaikan.
Setelah membantu Mama mencuci pakaian, Sasa duduk di depan laptopnya. Ia membuka aplikasi untuk mulai mengedit video baru yang akan ia buat. Namun, sebelum mulai, ia melihat selembar kertas di atas meja. Itu adalah catatan yang ia tulis beberapa hari lalu:
“Menjadi anak yang berbakti adalah langkah pertama menuju sukses.”
Sasa tersenyum. Ia merasa bahwa setiap langkah yang ia ambil, baik di dunia maya maupun di dunia nyata, harus tetap berfokus pada kebaikan dan membantu orang tua. Ia sudah belajar banyak tentang cara membuat video, tetapi lebih dari itu, ia belajar tentang pentingnya menghargai keluarga.
Mamanya masuk ke kamar dan duduk di sampingnya. “Sasa, kamu sudah selesai bantu Mama di dapur? Mama sudah capek lho,” kata Mama sambil tersenyum.
Sasa mengangguk. “Sudah, Mama. Sasa bantu bersih-bersih rumah, dan sekarang Sasa lagi siapin video baru. Sasa mau berbagi tentang bagaimana cara menjadi anak yang berbakti dan selalu bisa membantu orang tua.”
Mama mengelus rambut Sasa. “Mama bangga sekali sama kamu. Semoga apa yang kamu lakukan bisa menjadi contoh buat banyak anak. Tapi ingat, yang penting adalah kamu tetap jadi anak yang baik dan tidak lupa membantu keluarga.”
Ayah yang mendengar percakapan mereka dari luar juga ikut mengingatkan. “Ya, Nak. Tidak hanya di luar sana kamu bisa sukses, tetapi bagaimana kamu berbakti kepada orang tua juga adalah hal yang penting. Itulah yang akan membuatmu lebih berarti.”
Sasa merasa hatinya hangat mendengar kata-kata itu. Ia semakin yakin bahwa sukses tidak hanya datang dari banyaknya penonton video, tetapi juga dari bagaimana ia menjalani hidup dengan penuh kasih sayang dan perhatian kepada keluarga.
Dengan semangat baru, Sasa kembali mengedit videonya. Kali ini, ia ingin membuat video yang lebih spesial tentang bagaimana menjadi anak yang berbakti dan selalu ada untuk keluarga. Ia berharap, melalui video tersebut, ia bisa menginspirasi lebih banyak anak untuk belajar mencintai dan membantu orang tua mereka.
Sasa tahu, jalan menuju sukses memang panjang, tapi ia yakin, setiap langkah kecil yang ia ambil dengan hati yang tulus akan membawanya semakin dekat ke impiannya.
Halaman 13
Pagi itu, Sasa merasa sangat bersemangat. Video yang ia buat tentang bagaimana menjadi anak yang berbakti sudah selesai dan siap diunggah ke internet. Sebelum melakukannya, ia duduk sebentar di kursinya, merenung tentang semua hal yang telah ia pelajari dalam perjalanan ini.
Ia ingat betapa pentingnya membantu Ayah dan Mama, meskipun kadang merasa capek setelah seharian membuat video. Sasa tahu, tanpa bantuan dan kasih sayang dari keluarga, ia tidak akan bisa mencapai apapun.
Tiba-tiba, Ayah masuk ke kamar Sasa sambil membawa secangkir teh. “Nak, kamu sudah siap untuk unggah video baru?” tanya Ayah sambil tersenyum.
Sasa mengangguk dengan penuh semangat. “Iya, Ayah. Sasa sudah selesai edit videonya. Kali ini, Sasa ingin berbagi tentang cara membantu orang tua dan kenapa itu penting.”
Ayah duduk di sampingnya dan berkata, “Itu ide yang bagus, Nak. Banyak anak yang perlu belajar hal ini. Kamu bisa sukses dengan video, tapi yang paling penting adalah bagaimana kamu tetap menjadi anak yang baik, yang selalu bisa membantu orang tua.”
Sasa memandang layar laptopnya dan merasakan ketenangan. Video itu bukan hanya tentang mengajarkan orang cara membuat sesuatu, tetapi lebih kepada bagaimana menjadi pribadi yang baik, yang peduli pada orang lain.
Mama masuk ke kamar dan tersenyum melihat Sasa. “Sudah siap unggah videonya?” tanya Mama.
“Iya, Mama. Sasa sudah siap. Sasa ingin orang lain juga bisa belajar bagaimana menjadi anak yang bisa membantu orang tua, supaya Mama dan Ayah nggak capek terus,” jawab Sasa dengan semangat.
Mama merangkul Sasa. “Sasa, Mama bangga denganmu. Tidak banyak anak yang mengerti pentingnya membantu orang tua. Kamu sudah membuktikan bahwa kamu bisa menjadi anak yang baik dan peduli pada keluarga.”
Sasa merasa sangat bahagia mendengar kata-kata itu. Ia tahu bahwa membantu orang tua adalah hal yang tidak boleh dilupakan, bahkan ketika ia sibuk mengejar impian.
Dengan rasa percaya diri, Sasa menekan tombol unggah dan video itu pun mulai diunggah ke YouTube. Ia tahu, meskipun video itu hanya bisa dilihat oleh beberapa orang, yang paling penting adalah pesan yang ia sampaikan—untuk menjadi anak yang baik dan berbakti pada keluarga.
Setelah video itu selesai diunggah, Sasa menutup laptopnya dan berjalan menuju ruang tamu, dimana Ayah dan Mama sedang duduk bersama.
“Ayah, Mama, Sasa janji akan selalu ingat untuk membantu kalian, karena kalian yang paling penting bagi Sasa,” kata Sasa dengan tulus.
Ayah dan Mama tersenyum. “Kami bangga denganmu, Nak,” kata Ayah. “Teruskan apa yang kamu lakukan, dan jangan lupa untuk selalu menjadi anak yang berbakti.”
Sasa tersenyum lebar. Ia tahu, meskipun perjalanannya masih panjang, setiap langkah yang ia ambil bersama keluarga akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan yang lebih besar di masa depan.
Halaman 14
Beberapa minggu berlalu, dan Sasa semakin rajin membuat video. Setiap kali ada ide baru, ia langsung menggarapnya dengan penuh semangat. Tapi, meskipun ia merasa senang dengan semua video yang ia buat, Sasa tidak pernah lupa untuk membantu Mama dan Ayah di rumah. Ia merasa sangat bahagia bisa berbagi tugas dengan mereka, membantu membersihkan rumah, memasak, atau sekadar menemani Mama berbelanja.
Suatu hari, Ayah datang menghampiri Sasa yang sedang duduk di depan laptop, mengedit video terbaru. “Sasa, Ayah lihat kamu makin pintar dalam membuat video,” kata Ayah sambil duduk di sampingnya.
Sasa tersenyum. “Iya, Ayah. Sasa juga senang bisa berbagi hal yang bermanfaat. Tapi, Sasa nggak akan lupa bantu Mama dan Ayah, kok.”
Ayah mengelus rambut Sasa. “Ayah bangga sama kamu. Kamu sudah belajar untuk mengatur waktumu antara membantu keluarga dan mengejar impianmu. Itu yang penting.”
Sasa merasa sangat senang mendengar kata-kata Ayah. Ia tahu, meskipun videonya semakin banyak yang menonton, yang paling utama adalah bagaimana ia tetap menjaga hubungan baik dengan keluarga dan membantu mereka.
Di siang hari, Mama masuk ke kamar dan membawa segelas air untuk Sasa. “Sasa, Mama lihat kamu sudah sering membantu di rumah, ya. Terima kasih, Nak. Mama dan Ayah sangat menghargainya,” kata Mama sambil tersenyum.
Sasa menatap Mama dengan serius. “Sasa ingin bantu Mama dan Ayah lebih banyak lagi. Sasa tahu, kalau keluarga kita saling membantu, semuanya akan lebih mudah.”
Mama memeluk Sasa. “Kamu sudah jadi anak yang sangat baik, Nak. Mama bangga.”
Sasa merasa hatinya penuh. Ia tahu, menjadi anak yang berbakti bukan hanya soal membantu dengan pekerjaan rumah, tetapi juga tentang menghargai setiap usaha yang dilakukan orang tua. Setiap senyuman Ayah dan Mama, setiap kata semangat yang mereka ucapkan, membuat Sasa semakin yakin bahwa menjadi anak yang baik adalah langkah pertama menuju impian yang besar.
Malam itu, setelah selesai mengedit video, Sasa duduk bersama Ayah dan Mama di ruang tamu. Mereka berbicara tentang banyak hal, tertawa bersama, dan menikmati kebersamaan. Sasa merasa bahwa, meskipun ia sedang mengejar impian besar, keluarga adalah tempat yang selalu membuatnya merasa nyaman dan penuh cinta.
Dengan tekad yang lebih kuat, Sasa kembali membuka laptop dan mulai menulis ide-ide video baru. Ia tahu, perjalanan menuju sukses tidak akan mudah, tetapi dengan langkah kecil setiap hari—menjadi anak yang berbakti, berbagi kebaikan, dan terus berusaha—ia akan bisa meraih impian besarnya.
Halaman 15
Beberapa bulan kemudian, video-video Sasa semakin banyak ditonton orang. Ia mulai mendapatkan banyak komentar positif dari teman-temannya dan bahkan dari orang-orang yang baru pertama kali menonton videonya. Namun, Sasa tidak merasa sombong. Ia justru semakin bersemangat untuk membuat lebih banyak video yang bermanfaat dan inspiratif.
Suatu sore, saat Sasa sedang membuat video tutorial tentang cara merawat tanaman di rumah, Mama masuk ke kamarnya sambil membawa secangkir teh. “Sasa, kamu lagi bikin video baru ya?” tanya Mama dengan senyum hangat.
“Iya, Mama. Sasa lagi buat video tentang tanaman. Sasa ingin ngajarin teman-teman supaya bisa merawat tanaman dengan benar, biar rumah jadi lebih hijau dan sejuk,” jawab Sasa dengan antusias.
Mama duduk di samping Sasa dan berkata, “Mama senang sekali melihat kamu begitu semangat. Tapi ingat ya, Nak, jangan hanya fokus ke video saja. Kamu juga harus tetap membantu Mama dan Ayah, itu yang lebih penting.”
Sasa mengangguk sambil tersenyum. “Sasa janji, Mama. Sasa akan tetap bantu Mama dan Ayah. Sasa tahu, tanpa kalian, Sasa nggak bisa seperti ini.”
Mama tersenyum bangga. “Kamu anak yang baik, Sasa. Mama dan Ayah sangat menghargai setiap bantuanmu.”
Sasa merasa sangat bahagia mendengar kata-kata Mama. Ia tahu, meskipun impian besar untuk menjadi konten kreator semakin mendekat, kebahagiaan sejati datang dari kebersamaan dengan keluarga.
Tak lama setelah itu, Ayah datang ke kamar Sasa dan duduk di sampingnya. “Sasa, Ayah ingin ngomong sesuatu,” kata Ayah dengan serius.
“Ada apa, Ayah?” tanya Sasa, sedikit penasaran.
“Ayah dan Mama sangat bangga sama kamu. Kamu sudah banyak belajar, baik dari segi membuat video maupun bagaimana menjadi anak yang baik dan berbakti. Kamu tahu, Nak, yang membuatmu berbeda dari yang lain adalah bagaimana kamu bisa mengatur waktu antara mengejar impian dan membantu keluarga,” kata Ayah dengan penuh kasih.
Sasa tersenyum lebar. “Terima kasih, Ayah. Sasa merasa bahagia bisa berbagi dengan orang lain. Tapi, yang lebih penting adalah keluarga. Sasa akan terus berusaha jadi anak yang berbakti.”
Ayah mengelus kepala Sasa. “Kami percaya kamu, Nak. Jangan lupa bahwa jalan menuju sukses itu panjang, tapi dengan ketekunan, kebaikan hati, dan dukungan dari keluarga, kamu pasti bisa mencapainya.”
Malam itu, setelah makan malam bersama, Sasa kembali duduk di depan laptop, menyelesaikan video yang ia buat. Ia merasa sangat bersyukur karena sudah bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain, tetapi yang paling penting, ia tahu bahwa keluarga adalah dukungan terbesarnya.
Sasa menekan tombol “unggah” untuk video barunya. Ia merasa semakin yakin bahwa impian besar itu akan terwujud, asalkan ia tetap menjaga keseimbangan dalam hidup, selalu membantu orang tua, dan berbagi kebaikan dengan orang lain.
Dengan semangat yang baru, Sasa kembali melangkah, siap menghadapi tantangan selanjutnya, dan terus berusaha untuk mewujudkan impian-impian yang lebih besar lagi.
Halaman 16
Hari demi hari, Sasa semakin dikenal melalui videonya. Teman-temannya di sekolah mulai sering bertanya tentang cara membuat video, dan mereka terkadang meminta Sasa untuk memberikan tips. Sasa merasa sangat senang bisa membantu mereka, tetapi ia juga tetap ingat untuk tidak melupakan kewajibannya di rumah.
Pada suatu pagi, setelah membantu Mama menyiapkan sarapan, Sasa duduk di meja makan bersama Ayah dan Mama. Mereka berbicara tentang impian Sasa dan bagaimana video yang ia buat bisa menginspirasi banyak orang.
“Mama bangga sekali sama kamu, Sasa. Kamu tidak hanya pintar membuat video, tapi kamu juga bisa menyeimbangkan waktu antara mengejar impian dan membantu orang tua,” kata Mama sambil menatap Sasa dengan penuh kasih.
Sasa tersenyum dan menjawab, “Terima kasih, Mama. Sasa tahu, kalau Sasa nggak bantu Mama dan Ayah, Sasa nggak akan bisa seperti ini. Keluarga adalah yang utama.”
Ayah mengangguk. “Kamu benar, Nak. Memang penting untuk mengejar impian, tapi jangan lupa untuk selalu menghargai orang tua. Sukses itu bukan hanya tentang menjadi terkenal atau punya banyak uang, tapi juga tentang bagaimana kita bisa memberi manfaat bagi orang lain.”
Sasa merenung sejenak. Kata-kata Ayah sangat berarti baginya. Ia merasa semakin yakin bahwa kesuksesan sejati bukan hanya diukur dari banyaknya penonton atau penghasilan yang ia peroleh, tetapi juga dari bagaimana ia menjadi pribadi yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain, terutama keluarganya.
Setelah sarapan, Sasa kembali ke kamarnya dan mulai merencanakan video-video baru. Ia ingin membuat video tentang cara menjadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab. Ia merasa ini adalah hal yang penting untuk dibagikan, terutama kepada teman-temannya yang juga bersemangat mengejar impian.
Namun, sebelum mulai merekam, Sasa menulis di buku catatannya:
"Jangan pernah lupa untuk selalu berbakti kepada orang tua, karena mereka adalah penyemangat terbesar dalam hidup."
Dengan semangat baru, Sasa mulai mengedit video baru. Kali ini, ia ingin menunjukkan kepada teman-temannya bahwa untuk menjadi sukses, tidak hanya dibutuhkan keterampilan, tetapi juga hati yang tulus untuk membantu dan memberi.
Setelah selesai mengedit, Sasa menekan tombol "unggah" dengan percaya diri. Ia tahu, meskipun masih banyak yang harus dipelajari, langkah-langkah kecil yang ia ambil setiap hari akan membawanya menuju impian besar.
Sasa tahu, perjalanan menuju kesuksesan memang penuh tantangan, tetapi dengan dukungan keluarga dan tekad yang kuat, ia pasti bisa menggapai bintang-bintang di langit.
Halaman 17
Setelah beberapa minggu berlalu, Sasa merasa bahwa hidupnya semakin penuh warna. Ia tidak hanya sibuk membuat video dan belajar tentang teknologi, tetapi ia juga lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ayah dan Mama, serta teman-temannya di sekolah. Sasa belajar bahwa hidup itu tidak hanya tentang impian besar, tetapi juga tentang kebahagiaan sederhana yang bisa ditemukan dalam setiap momen.
Suatu sore, setelah sekolah, Sasa bermain di halaman rumah dengan adiknya, Danu. Mereka bermain bola bersama, tertawa, dan berlari-lari kecil. Danu, yang masih kecil, terkadang jatuh dan menangis, tetapi Sasa selalu berusaha membuatnya tertawa lagi. Ia merasa senang bisa menjaga adiknya.
“Ayo, Danu! Kamu pasti bisa! Jangan takut jatuh,” kata Sasa sambil memberikan semangat. Ia meraih bola dan melemparkannya ke Danu.
Danu menatap bola itu dan tersenyum. “Aku bisa, Kak Sasa!”
Mama keluar dari rumah sambil membawa keranjang berisi buah-buahan dari kebun. “Danu, Sasa, sudah cukup bermainnya? Ayo bantu Mama bawa buah-buahan ini ke dalam,” ajak Mama dengan suara lembut.
Sasa dan Danu segera membantu Mama. Mereka berjalan bersama menuju rumah, mengangkat keranjang penuh buah-buahan yang segar. Di tengah perjalanan, Sasa merasakan betapa indahnya kebersamaan itu—sebuah momen yang penuh kehangatan dan kasih sayang.
Malam harinya, setelah makan malam bersama, Sasa duduk di ruang tamu sambil berbicara dengan Ayah dan Mama. Mereka membahas banyak hal, mulai dari kegiatan di sekolah hingga rencana liburan keluarga. Ayah dan Mama selalu memberikan Sasa kesempatan untuk berbicara dan mengungkapkan apa yang ia rasakan.
“Besok kita akan pergi ke pasar tradisional, ya?” tanya Ayah, mengalihkan perhatian Sasa dari obrolan panjangnya.
“Iya, Ayah. Sasa suka sekali ke pasar. Banyak yang bisa dibeli, dan kita bisa berbicara dengan pedagang yang ramah,” jawab Sasa dengan ceria.
Mama tersenyum. “Benar, Nak. Kita bisa beli bahan makanan segar dan sambil jalan-jalan bersama.”
Keesokan harinya, mereka pergi ke pasar. Sasa sangat menikmati waktu ini. Ia tidak hanya belajar tentang barang-barang yang dijual, tetapi juga menikmati momen berbicara dengan pedagang yang ramah, mendengar cerita mereka, dan melihat berbagai macam barang yang dijajakan di sepanjang jalan pasar.
“Mama, Ayah, ini apa?” tanya Sasa dengan penuh rasa ingin tahu saat melihat tanaman bunga yang cantik di salah satu kios.
Itu adalah sebuah pot tanaman kecil yang penuh bunga warna-warni. Pedagang yang sedang menjualnya tersenyum, “Itu adalah bunga melati, Nak. Tanaman ini harum sekali, bisa dijadikan hiasan rumah.”
Sasa memandangi bunga-bunga itu dengan penuh kekaguman. “Mama, Ayah, bolehkah Sasa beli satu pot bunga ini? Sasa ingin menanamnya di taman depan rumah. Biarkan rumah kita semakin indah dan harum.”
Mama dan Ayah saling bertukar pandang, lalu Mama berkata, “Tentu saja, Nak. Bunga itu akan membuat taman kita lebih cantik. Kalau kamu yang menanam, itu akan lebih berarti.”
Sasa tersenyum lebar, berterima kasih kepada Mama dan Ayah. Ia merasa senang bisa memiliki bunga melati yang harum di taman rumahnya. Saat mereka berjalan pulang, Sasa merasa bahwa kehidupan ini penuh dengan kebahagiaan sederhana—berbagi waktu bersama keluarga, menanam bunga, dan membantu orang tua.
Pulang ke rumah, Sasa segera menanam bunga melati itu di halaman depan. Ia merawatnya dengan penuh cinta, menyiramnya setiap pagi, dan melihatnya tumbuh dengan bahagia. Setiap kali ia melihat bunga itu berkembang, ia merasa seolah-olah setiap langkah kecil yang ia ambil, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mengejar impian, membawa hasil yang indah.
Sasa menyadari bahwa kesuksesan bukan hanya tentang apa yang bisa dilihat oleh orang lain, tetapi juga tentang hal-hal yang tidak tampak—tentang cinta, keluarga, dan kebahagiaan yang ditemukan dalam setiap momen kecil yang ia jalani.
Halaman 18
Beberapa minggu setelah menanam bunga melati, Sasa merasa hatinya semakin penuh. Setiap kali melihat bunga itu berkembang, ia mengingat betapa pentingnya setiap langkah yang ia ambil dalam hidup. Tak hanya tentang impian besar untuk menjadi konten kreator, tetapi juga tentang kebersamaan dengan keluarga dan belajar untuk menghargai setiap hal kecil.
Pada suatu pagi yang cerah, setelah menyiram bunga melati, Sasa duduk di halaman rumah bersama Mama dan Ayah. Mereka sedang menikmati sarapan sambil bercengkerama. Sasa melihat sekeliling dan tersenyum, menyadari bahwa kebahagiaan bukan hanya berasal dari pencapaian besar, tetapi dari hal-hal sederhana yang ia alami bersama orang-orang yang ia sayangi.
“Mama, Ayah, terima kasih ya, sudah mendukung Sasa dalam semua hal,” kata Sasa tulus. “Sasa merasa senang bisa membuat video dan belajar banyak hal, tapi Sasa juga sangat senang bisa membantu Mama dan Ayah. Sasa nggak mau cuma jadi anak yang mengejar mimpi, tapi juga anak yang berbakti.”
Ayah menatapnya dengan bangga dan mengangguk. “Kami sangat senang melihat kamu tumbuh menjadi anak yang baik dan bertanggung jawab, Sasa. Impian kamu itu penting, tapi jangan lupa bahwa kebahagiaan itu datang dari keseimbangan antara mengejar impian dan merawat hubungan dengan keluarga.”
Mama mengelus kepala Sasa. “Benar, Nak. Mama dan Ayah akan selalu mendukung kamu, tetapi kami juga ingin kamu tetap tahu bahwa kebersamaan kita adalah hal yang tak ternilai.”
Sasa merasa sangat bersyukur. Ia mengerti betul bahwa dalam perjalanan hidup ini, ia tidak hanya ingin meraih impian besar, tetapi juga ingin menjadi anak yang selalu ada untuk orang tua, membantu mereka dengan segala cara yang ia bisa.
Setelah sarapan, Sasa dan Mama pergi ke kebun belakang untuk memetik beberapa sayuran yang siap panen. Sasa membantu Mama mencabut wortel dan tomat yang sudah matang. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari rencana liburan keluarga hingga rencana Sasa untuk membuat video baru.
“Video kali ini Sasa mau buat tentang merawat tanaman, Mama. Sasa ingin ngajarin teman-teman supaya mereka bisa menanam sayuran di rumah, seperti yang kita lakukan,” ujar Sasa dengan semangat.
Mama tersenyum dan berkata, “Itu ide yang bagus, Nak. Dengan berbagi pengetahuan seperti itu, kamu bisa membantu banyak orang, sekaligus belajar hal baru.”
Sasa merasa sangat senang. Ia tahu bahwa impian untuk menjadi konten kreator itu bukan hanya tentang apa yang bisa ia tunjukkan ke dunia, tetapi tentang bagaimana ia bisa memberi manfaat bagi orang lain. Dan yang lebih penting lagi, ia merasa sangat diberkati karena memiliki keluarga yang selalu mendukung dan mencintainya.
Setelah selesai memetik sayuran, Sasa kembali ke kamarnya. Ia membuka laptop dan mulai menulis ide untuk video selanjutnya. Namun, sebelum mulai membuat video, Sasa menulis di buku catatannya:
"Keluarga adalah fondasi terbaik untuk meraih impian. Jangan lupa untuk selalu berbakti dan memberi kasih sayang."
Sasa menutup buku itu dengan senyum bahagia. Ia merasa yakin bahwa dengan terus berusaha, menjaga hubungan dengan keluarga, dan selalu berbuat baik, impian-impian besar yang ia miliki akan tercapai, satu per satu.
Halaman 19
Suatu hari, Sasa menerima undangan dari sekolahnya untuk mengikuti lomba video kreatif yang diadakan oleh pemerintah daerah. Lomba ini bertemakan "Kreativitas Anak Desa dalam Era Digital". Sasa merasa sangat bersemangat dan langsung menceritakan hal itu kepada Ayah dan Mama.
“Mama, Ayah! Sasa dapat undangan lomba video kreatif dari sekolah! Tema lombanya tentang bagaimana anak-anak desa bisa berkreasi di era digital. Sasa ingin ikut lomba ini!” kata Sasa dengan wajah berseri-seri.
Mama dan Ayah saling berpandangan, lalu Ayah tersenyum. “Wah, itu kesempatan yang bagus, Sasa! Tapi ingat ya, meskipun kamu bersemangat, jangan lupa juga untuk menjaga kewajiban kamu di rumah dan sekolah.”
“Betul, Nak. Mama dan Ayah pasti mendukung, tapi pastikan kamu tetap seimbang. Belajar, bantu orang tua, dan tetap jaga hubungan dengan teman-teman,” kata Mama dengan lembut.
Sasa mengangguk penuh semangat. Ia tahu bahwa ikut lomba ini adalah kesempatan besar baginya untuk menunjukkan apa yang bisa ia lakukan, namun ia juga ingin tetap menjaga keseimbangan hidup.
Dalam beberapa hari setelah itu, Sasa mulai merencanakan video yang akan ia buat untuk lomba tersebut. Ia memutuskan untuk membuat video tentang pentingnya membantu orang tua dan menjaga kebersamaan keluarga, sambil menunjukkan bagaimana teknologi bisa digunakan untuk hal-hal positif. Sasa ingin menginspirasi anak-anak lain untuk lebih kreatif dan bijak dalam menggunakan teknologi.
Namun, di tengah persiapan video, Sasa juga tidak lupa untuk membantu Mama dan Ayah di rumah. Pagi-pagi, setelah sarapan, ia membantu Mama membersihkan rumah, menyapu halaman, dan merapikan taman. Sasa merasa senang bisa membantu, apalagi setelah melihat senyum Mama dan Ayah yang bahagia.
Sementara itu, Danu, adiknya, mulai menunjukkan rasa ingin tahu yang besar. Sasa sering mengajaknya ikut dalam aktivitas membuat video, meskipun Danu masih kecil. Sasa mengajarkan adiknya cara memegang kamera dan mengarahkan Danu untuk berdiri di depan kamera.
“Danu, ayo! Ikut bantu Kak Sasa buat video. Ini loh, kita bisa buat video tentang cara bermain bola yang benar,” kata Sasa sambil menunjukkan bola yang ada di halaman.
Danu tersenyum lebar dan dengan semangat ikut bermain. Walaupun belum tahu banyak, Danu dengan riangnya mengikuti semua arahan Sasa. Sasa merasa senang melihat Danu begitu antusias dan merasa bahwa bekerja bersama adiknya membuat hari-harinya semakin cerah.
Pada malam hari, setelah semua tugas di rumah selesai, Sasa duduk di meja belajarnya, menyiapkan laptop untuk mulai mengedit video. Ia sudah merekam beberapa bagian dan ingin membuat video itu semenarik mungkin.
“Mama, Ayah, Sasa mau edit video sekarang. Semoga video ini bisa bermanfaat buat banyak orang,” kata Sasa, berharap video yang ia buat bisa menginspirasi teman-temannya.
Mama tersenyum. “Sasa sudah berusaha keras. Mama bangga denganmu, Nak. Jangan khawatir, apapun hasilnya, yang penting kamu sudah belajar banyak hal.”
Ayah menambahkan, “Jangan lupa, Nak, kesuksesan itu bukan hanya tentang memenangkan lomba, tapi bagaimana kamu bisa terus berusaha dan memberi manfaat bagi orang lain.”
Sasa menatap Ayah dan Mama dengan penuh rasa terima kasih. Ia tahu, dukungan mereka adalah yang terpenting. Sasa bertekad untuk memberikan yang terbaik dalam lomba ini, tetapi yang lebih penting, ia ingin terus menjaga keseimbangan antara mengejar impian dan menghargai keluarganya.
Dengan penuh semangat, Sasa melanjutkan proses editing video. Ia tahu bahwa kesuksesan bukan hanya tentang apa yang ada di layar, tetapi juga tentang apa yang bisa ia lakukan untuk orang lain, dan bagaimana ia bisa memberi manfaat dengan cara yang sederhana.
Halaman 20
Beberapa hari berlalu, dan akhirnya hari pengumuman lomba video kreatif pun tiba. Sasa merasa sangat gugup, namun di sisi lain, ia juga merasa bangga dengan apa yang sudah ia buat. Di pagi hari itu, setelah sarapan bersama, Sasa bersama Ayah dan Mama duduk di ruang tamu, menunggu pengumuman hasil lomba.
Sasa menggenggam tangan Mama, merasakan rasa cemas yang menyelimuti. Ia tidak yakin apakah video yang ia buat cukup bagus atau tidak. Namun, ia tahu satu hal: apa pun hasilnya, ia telah belajar banyak dari pengalaman ini.
“Tenang, Nak. Apapun hasilnya, Mama dan Ayah bangga dengan usaha kamu,” kata Mama dengan lembut sambil merangkul Sasa.
Sasa mengangguk pelan. “Sasa cuma ingin buat Mama dan Ayah bangga. Tapi, kalau menang, kan lebih seru ya, Mam.”
Ayah tertawa kecil. “Betul. Tapi ingat, Nak, yang paling penting adalah kamu sudah berusaha sebaik mungkin. Kemenangan bukanlah segalanya. Yang penting adalah perjalananmu dan semua yang kamu pelajari.”
Pukul sepuluh pagi, pengumuman lomba pun dimulai secara online melalui sebuah live streaming di halaman resmi pemerintah daerah. Sasa, Ayah, dan Mama menonton bersama dengan penuh antusias.
Ketika nama Sasa disebut sebagai salah satu pemenang, Sasa hampir tidak percaya. “Sasa menang, Mam! Ayah!” serunya dengan mata berbinar, tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
Mama memeluknya erat. “Kami bangga sekali, Nak. Kamu luar biasa!”
Ayah ikut tersenyum bangga. “Kamu sudah menunjukkan bahwa usaha keras akan selalu membuahkan hasil, Nak. Tapi yang lebih penting, kamu tetap ingat untuk berbagi kebahagiaan dengan orang lain.”
Sasa merasa sangat senang. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa kemenangan ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Ayah dan Mama yang selalu mendukungnya. Tanpa mereka, Sasa tidak akan bisa mencapai titik ini.
Setelah pengumuman selesai, Sasa meluangkan waktu untuk berbicara dengan teman-temannya, memberitahukan mereka bahwa ia bisa menang karena mereka semua sudah memberikan semangat. Sasa tidak pernah melupakan dukungan dari keluarga dan teman-temannya yang selalu ada di sampingnya.
Pada malam harinya, Sasa berdiri di depan cermin dan melihat wajahnya yang berseri-seri. Ia merasa bahwa impian-impian yang ia miliki semakin mendekati kenyataan. Namun, Sasa juga tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjang. Ia tidak boleh berhenti belajar dan terus berkembang.
Malam itu, Sasa kembali menulis di buku catatannya:
"Kesuksesan bukan hanya tentang kemenangan, tetapi tentang bagaimana kita tetap rendah hati, berusaha keras, dan memberikan yang terbaik dalam setiap langkah yang kita ambil."
Sasa tersenyum, menutup buku itu dengan penuh rasa syukur. Ia siap melangkah ke babak berikutnya, untuk terus mengejar impian besar, sambil tetap menjaga kebahagiaan keluarga dan berbakti kepada orang tua.
Dengan tekad yang lebih kuat, Sasa tahu bahwa perjalanan panjang ini baru saja dimulai.